24 Maret 2009

Kadar Kesetiaan

Sedemikian tinggi dan mendalamkah seorang hamba Allah mesti terbang dan melayang ke semesta ilmu dan kemuliaan? Tidakkah manusia bisa bersikap wajar dan biasa-biasa saja? Ataukah itu alibi untuk memaafkan kelemahan diri, keterbatasan, dan kekurangannya dalam melakukan sesuatu?

Jangan dengarkan suaraku, karena suaraku buruk. Dengarkanlah suara Tuhan...

Kalau suaraku buruk, orang justru akan sangat mengingatnya karena tersiksa. Kalau suaraku agak bagus, orang mengingatnya, tapi dengan kadar yang lebih rendah dibanding ingatan terhadap suara buruk -- sebab kecengengan manusia terhadap penderitaan cenderung lebih besar dibanding rasa syukurnya terhadap kegembiraan.

Dengan ungkapan dan jawaban saya itu kenapa kau terpaku pada suaraku? Di situlah letak ketidakberhasilan yang saya maksud.
Orang menikmati terangnya lampu tanpa mengingat kabel listrik.
Orang menikmati makanan enak di warung dan tidak bertanya siapa nama orang yang memasaknya di dapur. Penyanyi, pembaca puisi, qari, pelukis, muballigh, penyampai ilmu, pembawa hikmah, atau fungsi-sungsi nilai apa pun, hanyalah 'kabel listrik'.

Tidaklah senonoh kita menuntut orang untuk mengagumi kita sebagai kabel listrik, sebab yang sampai ke mereka adalah cahaya. Tukang listrik jangan kasih dan taruh lilitan kabel-kabel ke wajah orang. Kita para seniman, ulama, pengurus negara, pekerja sosial, fungsionaris-fungsionaris sejarah, di wilayah mana pun dari kehidupan umat manusia -- wilayah mana pun dari kehidupan umat manusia -- hanyalah pengantar cahaya, bukan cahaya itu sendiri. Seperti rembulan, kita hanya memantulkan cahaya matahari agar menimpa bumi. Terkadang kita malah merekayasa berlangsungnya gerhana matahari untuk mengantarkan kegelapan, tetapi sambil memobilisasi orang untuk mengagumi kita.

Seandainya pun sebagai rembulan kita setia memantulkan rahmat Tuhan ke bumi kehidupan manusia, yang kita andalkan untuk mendapatkan nilai bukanlah cahaya itu sendiri, melainkan kadar kesetiaan.

(Emha Ainun Nadjib/Republika/2001/PadhangmBulanNetDok)

23 Maret 2009

Kepada Jelitheng (Refleksi Sebuah Kesyukuran). Alhamdulillah ...

Berapa tahun sudah usiamu jika hari ini 17 januari?

semestinya kita tidak menghitung lagi angka
karena bisa saja sejuta sama dengan kosong
jadi tidakkah selayaknya waktu kita takar dengan arti
sehinggga masa silam dan kemarin kuasa menambah cahaya matahari

apa arti kata "selamat ulangtahun" jika kita sendiri tong hampa
bukankah pada akhirnya ajalpun yang tidak lagi jadi puncak duka tetap kita tantang sendiri
sebagaimana dahulu kita menarung topan dan ancaman langit menteror negeri
satu periode lewat kita menangkan tapi awas, esok apakah kita tetap tegak?

maka mari kita masak sendiri
mari kita bikin kue ulang tahun seadanya
tanpa lilin karena cahaya patut dijaga
jangan dipadamkan

berapa tahun sudah usiamu jika hari ini 17 januari?
semestinya kita tidak menghitung lagi angka
karena bisa saja sejuta sama dengan kosong
jadi tidakkah selayaknya waktu kita takar dengan arti
sehinggga masa silam dan kemarin kuasa menambah cahaya matahari

menjawab ucapan selamat maukah kau katakan juga kepada anak-anak: "jangan menjadikan hidup bagai busa sungai"?

ulangtahun seperti waktu
akhirnya selalu menanyai makna
menanyai diri siapa kita?
dan waktu merentang hakekat
akupun masih saja menanyai diri
akhirnya siapa?

Paris, Januari 2004.
-------------------
JJ. Kusni

"Rabb, bentuk kesyukuran apa yang pantas bagi aku, pendosa, untuk mendekat padaMu? Alhamdulillah, alhamdulillah ..." (celebrating wonderful life-circle)

Tentang Cinta ...

Ya Tuhan,
Selama ini cintaku cuman cinta monyet,
senyum-senyum sendiri memandangi si dia punya potret,
tetapi tak lama kemudian ia pun ku coret,
cinta monyet memang tidak pernah awet.

Kini aku memohon kepada-Mu, Tuhan.....
tolong supaya cintaku menjadi dewasa sungguhan,
bukan lagi senang-senang berpacaran,
melainkan mempertimbangkan teman hidup masa depan.
Ukuran bukan lagi wajah yang rupawan atau rayuan yang menawan,
melainkan apakah dia punya kepribadian dan bisa cocok seumur hidup sebagai pasangan.

Ternyata belajar memasuki cinta dewasa sungguh susah,
harus bisa tidak menang sendiri dan berat sebelah,
melainkan belajar memecahkan masalah dan mau minta maaf kalau bersalah.

Cinta dewasa berarti jujur terhadap dunia nyata,
masing-masing menampilkan diri tidak pura-pura,
menyimak sifat baik dan sifat buruk yang ada,
lalu menilai apakah tahan bersama dia seterusnya.

Tuhanku,
Bimbinglah aku untuk trus belajar melihat kedepan,
ketika yang perlu bukan lagi pacar yang kasmaran,
melainkan dua insan yang setiawan,
berjiwa tanggung jawab, pengorbanan dan pengabdian.

Cinta dewasa menuntut aku untuk mawas diri,
apakah kualitas, kepribadian itu ada pada diri sendiri,
apakah aku mampu memberi diri,
bukan cuma minta dilayani melainkan mau melayani.

Cinta monyet memang mudah,
namun cinta dewasa sungguh susah,
karena itu aku sering merasa gelisah.

Tolonglah aku mempercayakan diri dan berpasrah
bahwa Tuhan besertaku bertumbuh ke masa cerah.

Dampingilah aku bertumbuh ke kedewasaan,
Matangkan diriku untuk berperilaku kemitraan,
Tolong aku nanti membuat pilihan,
Tolong aku berkembang agar ada yang membuat aku jadi pilihan.

Aku belum tahu siapa jodohku untuk berpasangan,
tetapi kupercaya bahwa seseorang sudah Kau tentukan,
namun ia masih sedang Kausiapkan, Kaumatangkan dan Kaudewasakan.

Sebab itu, pada pengaturan-Mu kupercayakan diri,
Engkau punya maksud indah dengan masa depan setiap pribadi,
sehingga pergumulan hidup bukan kami hadapi seorang diri,
melainkan bersama Engkau, Tuhan, teman hidup sejati.


Untuk para jomblo ...
sumber: milis e-ketawa

17 Maret 2009

Teladan Bisnis Rasulullah

Hampir tak terasa sudah lebih dari satu minggu kita memperingati Maulid Nabi besar Muhammad saw. Peristiwa bersejarah itu sudah berlalu seakan tidak ada hubungan sama sekali dengan perekonomian dan kinerja pembangunan kita. Karena memang, menurut sebahagian orang, apa kaitan antara Rasul dengan ekonomi, bisnis, atau manajemen? Lebih dari itu ada yang beranggapan bahwa ajaran nabi Muhammad saw adalah sebagai faktor penghambat pembangunan ekonomi dan aktivitas bisnis modern.

Tulisan ini mencoba mengemukakan bahwa Rasulullah saw telah memberikan contoh pola bisnis yang luhur. Beliau mencontohkan bahwa kepercayaan (trust) adalah modal yang paling berharga dalam usaha. Bisnis harus dijalankan dengan value driven yang bermanfaat untuk semua stake holders, dan harus gesit dalam melakukan positioning di pasar global. Ia bukan jago kandang seraya meminta proteksi cukai dan tax holiday. Dalam tataran individu Rasul juga menganjurkan untuk menjadi wiraswastawan tangguh dan manajer tepercaya.

Karier bisnis
Mengkaji pribadi Muhammad saw, kita akan mendapatkan jiwa entrepreneurship beliau sudah dipupuk sejak usia 12 tahun tatkala pamannya Abu Thalib mengajak melakukan perjalanan bisnis ke Syam, negeri meliputi: Syria, Jordan, dan Lebanon saat ini. Demikian juga sebagai seorang yatim piatu yang tumbuh besar bersama pamannya, beliau telah ditempa untuk tumbuh sebagai seorang wirausahawan yang mendiri. Maka ketika pamannya tidak bisa lagi terjun langsung menangani usaha, pada usia 17 tahun Muhammad saw telah diserahi wewenang penuh untuk mengurusi seluruh bisnis pamannya. Dari usia 17 hingga sekitar 20 tahun adalah masa tersulit dalam perjalanan bisnis Rasul karena beliau harus mandiri dan bersaing dengan pemain pemain senior dalam perdagangan regional.

Usia 20 hingga 25 tahun merupakan titik keemasan entrepreneurship Muhammad saw terbukti dengan terpincutnya hati perempuan konglomerat Makkah Khadijah Binti Khuwalaid yang meminangnya untuk menjadi suami. Setelah mendapatkan back-up financial yang lebih mapan dari sang istri, sepak terjang bisnis Muhammad saw semakin meroket saja.

Afzalurrahman dalam bukunya Muhammad as A trader mencatat bahwa Nabi Muhammad sering terlibat dalam perjalanan bisnis ke berbagai negeri seperti Yaman, Oman, dan Bahrain. Beliau mulai mengurangi kegiatan bisnisnya ketika mencapai usia 37 tahun. Dari Usia ini ke 40 tahun beliau lebih banyak terlibat dalam perenungan perbaikan masalah sosial masyarakat sekitarnya yang jahiliyah.

Keterampilan bisnis mempengaruhi hukum bisnis
Untuk keakuratan dalam mengamati perjalanan bisnis dan dakwah Rasulullah ada baiknya kita perhatikan table diatas. Dari sederhana ini ada dua hal yang patut kita cermati. Pertama, waktu atau umur yang dihabiskan Rasulullah saw untuk bisnis ternyata lebih panjang dari umur kenabiannya atau 25 tahun berbanding 23 tahun. Kedua, Umur bisnis ditambah "masa kepedulian sosial" yang jumlahnya sekitar 28 tahun membentuk suatu business skill yang sangat penting bagi proses pengambilan hukum hukum perdata dan komersial kelak kemudian ketika telah menjadi Rasul.

Pasar global
Untuk lebih detailnya mencermati visi dan strategi bisnis Rasulullah ada baiknya kita kaji dengan seksama pasar pasar regional yang sering kali dikunjungi Rasul dari bulan ke bulan dalam siklus pameran dagang regional dan global saat itu.

Dari sirah tampak jelas bahwa Muhammad saw adalah pemain bisnis yang tangguh yang senantiasa alert dengan pasar pasar regional yang harus dikunjungi. Beliau menjemput bola, memperluas jaringan, mencari produk terkini dan mencari mitra strategis diberbagai kawasan dagang dan industri.

Value driven business
Sebagai seorang calon rasul, Muhammad saw telah menunjukkan keluhuran akhlak sejak usia belia, dan ini ia terapkan dalam dunia bisnis. Oleh karena itu, ia terkenal dengan julukan al-Amin atau Mr Clean. Setelah menjadi rasul, Muhammad saw dianugerahi sifat sifat yang mulia yang sangat kita butuhkan dalam dunia bisnis dan ekonomi. Terapan dari sifat sifat tersebut dapat kita rangkum sebagai berikut:

Dari business skills ke business laws
Mungkin ada sebagian yang berpendapat bahwa pengalaman dan teladan bisnis Muhammad sebagian besar terjadi dan dilakukan jauh sebelum beliau diangkat menjadi Rasul. Oleh karena itu teladan teladan bisnisnya belum menjadi sunnah bagi kita. Pendapat ini akan kehilangan pijakannya seadainya kita menelaah hukum dan sabda sabda Rasul yang berkaitan dengan bisnis dan ekonomi. Sangat jelas sekali bahwa kejelasan Rasul dalam memutuskan masalah bisnis dan ekonomi sangat banyak dipengaruhi oleh kepiawaian dan intuisi bisnis masa mudanya. Tak ubahnya kalau kita membandingkan antara seorang bupati yang pernah menjadi panglima teritorial militer dan bupati yang berlatar belakang guru SLTA semata. Maka mantan panglima teritorial akan mengetahui daerah territorial dan bentuk bentuk kriminal daerah lebih tajam dari seorang pengajar sebuah SLTA. Oleh karena itu business laws rasul yang sifatnya ijtihadi sangat banyak dipengaruhi oleh pengalaman bisnis masa mudanya.

Sebagai penutup, semoga saja kita bangsa Indonesia yang kini sedang terpuruk dalam semua sisi dapat menjadikan momentum maulid tidak terbatas kepada ritual dan seremonial semata. Tetapi lebih dari itu mampu menginternalisasikan nilai nilai luhur profetik ke dalam kejujuran bisnis dan demokratisasi pembangunan ekonomi. Amien.


Oleh : MUHAMMAD SYAFI'I ANTONIO , www.republika.co.id

Kisah Sebuah Mimpi

Suatu ketika, seorang muda menemukan dirinya tertidur di atas sajadah shalat malamnya. Gelap belum beranjak dari lubuknya dan ia berniat pindah ke peraduan. Anehnya, ruang itu kosong. Entah di mana itu tempat tidur, meja kerja, komputer, dan lemari pakaiannya. Ia ingat bahwa sebelum shalat, ia tengah berada dalam saat-saat tergelap dalam hidupnya. Ada catatan tentang timbangan yang dikurangi, lipatan persahabatan yang digunting, dan sebungkus cinta yang ternyata cuma setengah, hampir dalam satu waktu. Sebelum shalat, ia sempat berandai kepada Tuhan, jika saja ia bisa tidur dengan tenang dan tidak bangun lagi.

Tetapi, ia bangun lagi, kedinginan dalam ruang kosong. Dibukanya pintu kamar dan di hadapannya terbentang sebuah lorong. Hanya satu pintu tertutup tampak di ujungnya.

"Tuhan, saya cuma ingin minum air hangat," batinnya. "Dan saya tidak suka film horor."

Dilihatnya sebuah kendi tergeletak dipenuhi air dingin yang menetes dari eternit. Diambilnya kendi itu dan ia berharap, di balik pintu nun di ujung lorong, ada perapian tempatnya bisa menjerang air.

Setiap ia melangkah, pintu itu menjauh satu tindak. Tetapi, setiap ia berhenti, dingin lantai makin menusuk telapak kakinya seperti duri. Tak ada pilihan selain berjalan. Padahal, pintu itu menjauh terus dan terus.

"Tuhan, saya ingin sampai," keluhnya. Dan pintu itu justru menjauh beberapa tindak.

Kakinya menjejak lantai dan dingin lantai memaksanya berjalan. Pintu itu terus menjauh hingga letih ia berharap. Dan air dalam kendi itu ada dalam dekapan tetapi ia tidak mungkin meminumnya. Akhirnya, anak muda itu bergumam, "Tuhan, saya tidak menginginkan apa-apa lagi. Kau Maha Tahu dan itu cukup."

Tahukah Anda, di mana kemudian anak muda itu menemukan dirinya? Berada hanya beberapa centi di depan pintu. Ketika hamdalah meluncur spontan dari mulutnya, pintu itu terbuka dengan sendirinya, menampakkan sebuah ruang luas bersiram cahaya hangat, dengan rak-rak buku memenuhi dinding.

Seorang berpakaian putih yang telah dikenalnya entah di mana, sedang duduk di hadapan sebuah buku. Dihampirinya orang itu dan orang itu pun mengangkat dagunya.

"Ini bukumu. Buku tentang dirimu. Mau baca?"

Anak muda itu tertegun sejenak. Tiba-tiba ia sadar bahwa ia sudah lupa cara berkemauan atau berkeinginan.
"Entahlah. Tetapi saya merasa... sedang membaca."

Orang di hadapannya itu pun tersenyum dengan amat indah.
"Apa yang sedang kamu baca?"
"Perjalanan diri saya yang saya ingat: sebuah proses penyadaran. Bahwa saya merasa terjerat dalam perlakuan tidak adil, dan saya tetap tidak ingin teraniaya. Tetapi, saya masih memiliki kebebasan untuk mempersepsi Tuhan, dan saya memilih untuk berkeyakinan bahwa Ia Maha Tahu kesakitan saya, dan itu cukup."

"Mengapa cukup?" tanya orang itu lagi.
"Karena saya percaya, bahwa bagaimanapun... Tuhan Maha Baik..." dan suara anak muda itu pun memarau.
"Kamu capai dan di sini tempat istirahmu. Minumlah," hibur orang itu akhirnya, penuh kasih-sayang.
"Tetapi, hanya ada air dingin mentah..."
"Perhatikan. Air itu sudah menjadi hangat dan matang dalam dekapanmu."

Dan anak muda itu terbangun, di atas sajadahnya, di dalam kamarnya yang lengkap seperti sediakala. Ternyata, ia baru bermimpi: memasuki lorong dirinya, membaca buku tentang qadar-nya, dan menghirup air yang telah hangat dan matang dengan sendirinya. Dari khazanah pengetahuan sufistik, ia tahu bahwa air adalah simbol keikhlasan.

Hanya satu pertanyaan tersisa: mengapa air itu bisa hangat dan matang dengan sendirinya? 

Oleh Miranda Risang Ayu, www.republika.co.id

Jika Tuhan Bersenda-gurau

Anda sedang jatuh cinta? Selamat. Mungkin, dedaunan tiba-tiba lebih hijau dari biasanya. Atau, tanpa sadar, diri Anda menjadi lebih bersinar. Jatuh cinta yang baik, khabarnya, membuat seseorang menjadi lebih hidup, lebih bersemangat, bahkan juga, lebih pengasih, lebih mudah memaafkan, dan lebih tegar menghadapi masalah. Seorang mahasiswi yang tengah jatuh cinta bahkan pernah merasa bahwa pepohonan rimbun menuju kampusnya, yang ia lewati belasan kali dalam seminggu, dengan motor, kepadatan jadwal, dan kebisuan yang sama, tiba-tiba mengirimkan tasbih, yang bergemuruh bersama desir angin.

Dalam perspektif positif, cinta, seperti pesan yang tersirat dalam doa agung sang rasul ketika akan menikahkan putri kesayangannya, mengumpulkan semua yang berserak di antara dua subjek. Cinta menawarkan totalitas. Maka, dunia yang penuh warna bisa tiba-tiba menjadi jingga semua. Indah bukan?

Tetapi, dalam perspektif yang sebaliknya, cinta meniadakan warna lainnya. Ia menghanyutkan, menginfeksi kulit hingga saluran pernapasan, sampai ke ujung-ujung rambut yang tidak bersaraf. Ia membohongi kesadaran bahwa dunia itu hanya satu warna. Bagaimana jika suatu saat orang yang paling dicintai itu berubah menjadi orang yang paling dibenci? Atau, bagaimana jika tiba-tiba, orang yang paling dicintai itu mati? Bukankah kesiapan untuk sungguh-sungguh mencintai juga mensyaratkan kesiapan implisit untuk, suatu saat, sungguh-sungguh kehilangan? Cinta, seperti juga ciptaan Tuhan lainnya, bukankah juga 'cuma' sebuah amanah yang bisa diambil lagi sewaktu-waktu, kapan saja Dia mau?

Lucunya, Tuhan telah lama mengajak manusia bercanda. Diciptakan-Nya pasangan yang membuat tenteram dalam diri manusia yang lain, hingga mau tidak mau, suka tidak suka, setiap manusia cenderung akan mencari belahan dirinya yang lain. Padahal, tidak pernah ada data objektif yang menyatakan bahwa ada dua manusia yang bersama-sama dan berbahagia selama-lamanya.

Sayangnya, Tuhan adalah Lex Divina yang tidak bisa diprotes. Lagi pula, agaknya indah jika seorang manusia mau menanggapi canda-Nya, hingga nanti, di perjumpaan terakhir, Ia tidak murka, tetapi tersenyum dengan agung-Nya.

Untuk niat ini, tampaknya, ada tiga cara spiritual yang biasa ditempuh. Pertama, secara sadar, menolak cinta. Arti paling harfiah dari cara ini, tentu adalah tidak mau jatuh cinta, atau secara ekstrem, tidak percaya dengan lembaga perkawinan, tetapi cara ini terlalu radikal dan serius hingga Tuhan tidak suka. Kedua, mencintai dengan rasional. Karenanya, ada janji talak dalam surat kawin hingga perjanjian pembagian harta sebelum menikah. Yang paling ekstrem, seorang mencintai dengan perhitungan yang amat rasional, yakni dari bibit, bebet, dan bobot-nya. Cara ini pasti tidak akan membuat-Nya murka, tetapi entah ada di mana senyuman-Nya.

Cara ketiga, menjadi pecinta yang sesungguhnya. Jika Tuhan bertanya, apakah Anda jatuh cinta, katakan saja ya, tetapi itu hanya karena itu satu-satunya cara untuk menghikmati kehadiran-Nya. Jika Tuhan menyuruh, menikahlah, katakan saja ya, tetapi itu hanya dilakukan karena tidak ada seorang pun yang sanggup menentang-Nya. Dan jika Tuhan bertanya lagi, sudahkah merasakan cinta yang sesungguhnya, katakan saja ya, tetapi itu hanya senda-gurau saja karena hanya kehadiran-Nya yang akan mengabadikan semuanya.

Jika Tuhan bertanya, mabuk cintakah? Katakan saja ya, tetapi segeralah juga minta agar yang tertuang adalah kebenaran-Nya.

Oleh Miranda Risang Ayu, www.republika.co.id

Air Mata Rasulullah

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.

"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku lihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya.

Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah. Aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu, Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku."

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis-shalaati, wa maa malakat aimaanukum. Peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii!" - "Umatku, umatku, umatku" Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.

Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allaahumma sholli 'alaa Muhammad wa baarik wa sallim 'alaihi.

05 Maret 2009

Ust. Yusuf Mansur dengan Security POM Bensin

Banyak yang mau berubah, tapi memilih jalan mundur. Andakah orangnya?

Satu hari saya jalan melintas di satu daerah.. Tetidur di dalam mobil. Saat terbangun, ada tanda pom bensin sebentar lagi. Saya pesen ke supir saya: "Nanti di depan ke kiri ya". "Masih banyak, Pak Ustadz".

Saya paham. Supir saya mengira saya pengen beli bensin. Padahal bukan. Saya pengen pipis.

Begitu berhenti dan keluar dari mobil, ada seorang sekuriti. "Pak Ustadz!". Dari jauh ia melambai dan mendekati saya. Saya menghentikan langkah. Menunggu beliau. "Pak Ustadz, alhamdulillah nih bisa ketemu Pak Ustadz. Biasanya kan hanya melihat di TV saja...". Saya senyum aja. Ga ke-geeran, insya Allah, he he he. "Saya ke toilet dulu ya".

"Nanti saya pengen ngobrol boleh Ustadz?"

"Saya buru-buru loh. Tentang apaan sih?"

"Saya bosen jadi satpam Pak Ustadz". Sejurus kemudian saya sadar, ini Allah pasti yang "berhentiin" saya. Lagi enak-enak tidur di perjalanan, saya terbangun pengen pipis. Eh nemu pom bensin. Akhirnya ketemu sekuriti ini. Berarti barangkali saya kudu bicara dengan dia. Sekuriti ini barangkali "target operasi" dakwah hari ini. Bukan jadwal setelah ini. Begitu pikir saya.

Saya katakan pada sekuriti yang mulia ini, "Ok, ntar habis dari toilet ya".

*******

"Jadi, pegimana? Bosen jadi satpam? Emangnya ga gajian?", tanya saya membuka percakapan. Saya mencari warung kopi, untuk bicara-bicara dengan beliau ini. Alhamdulillah ini pom bensin bagus banget. Ada minimart nya yang dilengkapi fasilitas ngopi-ngopi ringan.

"Gaji mah ada Ustadz. Tapi masa gini-gini aja?"

"Gini-gini aja itu, kalo ibadahnya gitu-gitu aja, ya emang udah begitu. Distel kayak apa juga, agak susah buat ngerubahnya".

"Wah, ustadz langsung nembak aja nih".

Saya meminta maaf kepada sekuriti ini umpama ada perkataan saya yang salah. Tapi umumnya begitu lah manusia. Rizki mah mau banyak, tapi sama Allah ga mau mendekat. Rizki mah mau nambah, tapi ibadah dari dulu ya begitu-begitu saja. "Udah shalat ashar?"

"Barusan Pak Ustadz. Soalnya kita kan tugas. Tugas juga kan ibadah, iya ga? Ya saya pikir sama saja".

"Oh, jadi ga apa-apa telat ya? Karena situ pikir kerja situ adalah juga ibadah?"
Sekuriti itu senyum aja.

Disebut jujur mengatakan itu, bisa ya bisa tidak. Artinya, sekuriti itu bisa benar-benar menganggap kerjaannya ibadah, tapi bisa juga ga. Cuma sebatas omongan doangan. Lagian, kalo nganggap kerjaan-kerjaan kita ibadah, apa yang kita lakukan di dunia ini juga ibadah, kalau kita niatkan sebagai ibadah. Tapi, itu ada syaratnya. Apa syaratnya? Yakni kalau ibadah wajibnya, tetap nomor satu. Kalau ibadah wajibnya nomor tujuh belas, ya disebut bohong dah tuh kerjaan adalah ibadah. Misalnya lagi, kita niatkan usaha kita sebagai ibadah, boleh ga? Bagus malah. Bukan hanya boleh. Tapi kemudian kita menerima tamu sementara Allah datang. Artinya kita menerima tamu pas waktu shalat datang, dan kemudian kita abaikan shalat, kita abaikan Allah, maka yang demikian masihkah pantas disebut usaha kita adalah ibadah? Apalagi kalau kemudian hasil kerjaan dan hasil usaha, buat Allah nya lebih sedikit ketimbang buat kebutuhan-kebutuhan kita. Kayaknya perlu dipikirin lagi tuh sebutan-sebutan ibadah.

"Disebut barusan itu maksudnya jam setengah limaan ya? Saya kan baru jam 5 nih masuk ke pom bensin ini", saya mengejar.

"Ya, kurang lebih dah".

Saya mengingat diri saya dulu yang dikoreksi oleh seorang faqih, seorang 'alim, bahwa shalat itu kudu tepat waktu. Di awal waktu. Tiada disebut perhatian sama Yang Memberi Rizki bila shalatnya tidak tepat waktu. Aqimish shalaata lidzikrii, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. Lalu, kita bersantai-santai dalam mendirikan shalat. Entar-entaran. Itu kan jadi sama saja dengan mengentar-entarkan mengingat Allah. Maka lalu saya ingatkan sekuriti yang entahlah saya merasa he is the man yang Allah sedang berkenan mengubahnya dengan mempertemukan dia dengan saya.

"Gini ya Kang. Kalo situ shalatnya jam setengah lima, memang untuk mengejar ketertinggalan dunia saja, jauh tuh. Butuh perjalanan satu setengah jam andai ashar ini kayak sekarang, jam tiga kurang dikit. Bila dalam sehari semalam kita shalat telat terus, dan kemudian dikalikan sejak akil baligh, sejak diwajibkan shalat, kita telat terus, maka berapa jarak ketertinggalan kita tuh? 5x satu setengah jam, lalu dikali sekian hari dalam sebulan, dan sekian bulan dalam setahun, dan dikali lagi sekian tahun kita telat. Itu baru telat saja, belum kalo ketinggalan atau kelupaan, atau yang lebih bahayanya lagi kalau bener-benar lewat tuh shalat? Wuah, makin jauh saja mestinya kita dari senang".

Saudara-saudaraku Peserta KuliahOnline, percakapan ini kurang lebih begitu. Mudah-mudahan sekuriti ini paham apa yang saya omongin. Dari raut mukanya, nampaknya ia paham. Mudah-mudahan demikian juga saudara-saudara ya? He he he. Belagu ya saya? Masa omongan cetek begini kudu nanya paham apa engga sama lawan bicara? Saya katakan pada dia. Jika dia alumni SMU, yang selama ini telat shalatnya, maka kawan-kawan selitingnya mah udah di mana, dia masih seperti diam di tempat. Bila seseorang membuka usaha, lalu ada lagi yang buka usaha, sementara yang satu usahanya maju, dan yang lainnya sempit usahanya, bisa jadi sebab ibadah yang satu itu bagus sedang yang lain tidak.

Dan saya mengingatkan kepada peserta KuliahOnline untuk tidak menggunakan mata telanjang untuk mengukur kenapa si Fulan tidak shalat, dan cenderung jahat lalu hidupnya seperti penuh berkah? Sedang si Fulan yang satu yang rajin shalat dan banyak kebaikannya, lalu hidupnya susah.

Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan seperti ini cukup kompleks. Tapi bisa diurai satu satu dengan bahasa-bahasa kita, bahasa-bahasa kehidupan yang cair dan dekat dengan fakta. Insya Allah ada waktunya pembahasan yang demikian.

Kembali kepada si sekuriti, saya tanya, "Terus, mau berubah?"
"Mau Pak Ustadz. Ngapain juga coba saya kejar Pak Ustadz nih, kalo ga serius?"

"Ya udah, deketin Allah dah. Ngebut ke Allah nya".

"Ngebut gimana?"

"Satu, benahin shalatnya. Jangan setengah lima-an lagi shalat asharnya. Pantangan telat. Buru tuh rizki dengan kita yang datang menjemput Allah. Jangan sampe keduluan Allah". Si sekuriti mengaku mengerti, bahwa maksudnya, sebelum azan udah standby di atas sajadah. Kita ini pengen rizkinya Allah, tapi ga kenal sama Yang Bagi-bagiin rizki. Contohnya ya pekerja-pekerja di tanah air ini.. Kan aneh. Dia pada kerja supaya dapat gaji. Dan gaji itu rizki. Tapi giliran Allah memanggil, sedang Allah-lah Tuhan yang sejatinya menjadikan seseorang bekerja, malah kelakuannya seperti ga menghargai Allah. Nemuin klien, rapih, wangi, dan persiapannya masya Allah. Eh, giliran ketemu Allah, amit-amit pakaiannya, ga ada persiapan, dan tidak segan-segan menunjukkan wajah dan fisik lelahnya. Ini namanya ga kenal sama Allah.

"Yang kedua," saya teruskan. "Yang kedua, keluarin sedekahnya".

Saya inget betul. Sekuriti itu tertawa. "Pak Ustadz, pegimana mau sedekah, hari gini aja nih, udah pada habis belanjaan. Hutang di warung juga terpaksa dibuka lagi,. Alias udah mulai ngambil dulu bayar belakangan".

"Ah, ente nya aja kali yang kebanyakan beban. Emang gajinya berapa?"

"Satu koma tujuh, Pak ustadz".

"Wuah, itu mah gede banget. Maaf ya, untuk ukuran sekuriti, yang orang sering sebut orang kecil, itu udah gede".

"Yah, pan kudu bayar motor, bayar kontrakan, bayar susu anak, bayar ini bayar itu. Emang ga cukup Pak ustadz".

"Itu kerja bisa gede, emang udah lama kerjanya?" "Kerjanya sih udah tujuh taon. Tapi gede gaji bukan karena udah lama kerjanya. Saya ini kerjanya pagi siang sore malem, ustadz".

"Koq bisa?"

"Ya, sebab saya tinggal di mess. Jadi dihitung sama bos pegimana gitu sampe ketemu angka 1,7jt".

"Terus, kenapa masih kurang?"

"Ya itu, sebab saya punya tanggungan banyak".

"Secara dunianya, lepas aja itu tanggungan. Kayak motor. Ngapain juga ente kredit motor? Kan ga perlu?"

"Pengen kayak orang-orang Pak Ustadz".

"Ya susah kalo begitu mah. Pengen kayak orang-orang, motornya. Bukan ilmu dan ibadahnya. Bukan cara dan kebaikannya. Repot".

Sekuriti ini nyengir. Emang ini motor kalo dilepas, dia punya 900 ribu. Rupanya angsuran motornya itu 900 ribu. Ga jelas tuh darimana dia nutupin kebutuhan dia yang lain.

Kontrakan saja sudah 450 ribu sama air dan listrik. Kalo ngelihat keuangan model begini, ya nombok dah jadinya.

"Ya udah, udah keterlanjuran ya? Ok. Shalatnya gimana? Mau diubah?"

"Mau Ustadz. Saya benahin dah".

"Bareng sama istri ya. Ajak dia. Jangan sendirian. Ibarat sendal, lakukan berdua. Makin cakep kalo anak-anak juga dikerahin.. Ikutan semuanya ngebenahin shalat".

"Siap ustadz".

"Tapi sedekahnya tetap kudu loh".

"Yah Ustadz. Kan saya udah bilang, ga ada".

"Sedekahin aja motornya. Kalo enggak apa keq".

"Jangan Ustadz. Saya sayang-sayang ini motor. Susah lagi belinya. Tabungan juga ga ada. Emas juga ga punya".

Sekuriti ini berpikir, saya kehabisan akal untuk nembak dia. Tapi saya akan cari terus. Sebab tanggung. Kalo dia hanya betulin shalatnya saja, tapi sedekahnya tetap ga keluar, lama keajaiban itu akan muncul. Setidaknya menurut ilmu yang saya dapat. Kecuali Allah berkehendak lain. Ya lain soal itu mah.

Sebentar kemudian saya bilang sama ini sekuriti, "Kang, kalo saya unjukin bahwa situ bisa sedekah, yang besar lagi sedekahnya, situ mau percaya?". Si sekuriti mengangguk. "Ok, kalo sudah saya tunjukkan, mau ngejalanin?". Sekuriti ini ngangguk lagi. "Selama saya bisa, saya akan jalanin," katanya, manteb.

"Gajian bulan depan masih ada ga?"

"Masih. Kan belum bisa diambil?"

"Bisa. Dicoba dulu".

"Entar bulan depan saya hidup pegimana?"

"Yakin ga sama Allah?"

"Yakin".

"Ya kalo yakin, titik. Jangan koma. Jangan pake kalau".

Sekuriti ini saya bimbing untuk kasbon. Untuk sedekah. Sedapetnya. Tapi usahakan semua. Supaya bisa signifikan besaran sedekahnya. Sehingga perubahannya berasa. Dia janji akan ngebenahin mati-matian shalatnya. Trmasuk dia akan polin shalat taubatnya, shalat hajatnya, shalat dhuha dan tahajjudnya. Dia juga janji akan rajinin di waktu senggang untuk baca al Qur'an. Perasaan udah lama banget dia emang ga lari kepada Allah. Shalat Jum'at aja nunggu komat, sebab dia sekuriti. Wah, susah dah. Dan itu dia aminin. Itulah barangkali yang sudah membuat Allah mengunci mati dirinya hanya menjadi sekuriti sekian tahun, padahal dia Sarjana Akuntansi!

Ya, rupanya dia ini Sarjana Akuntansi. Pantesan juga dia ga betah dengan posisinya sebagai sekuriti. Ga kena di hati. Ga sesuai sama rencana. Tapi ya begitu dah hidup.. Apa boleh buta, eh, apa boleh buat. Yang penting kerja dan ada gajinya.

Bagi saya sendiri, ga mengapa punya banyak keinginan. Asal keinginan itu keinginan yang diperbolehkan, masih dalam batas-batas wajar. Dan ga apa-apa juga memimpikan sesuatu yang belom kesampaian sama kita. Asal apa? Asal kita barengin dengan peningkatan ibadah kita. Kayak sekarang ini, biarin aja harga barang pada naik. Ga usah kuatir. Ancem aja diri, agar mau menambah ibadah-ibadahnya. Jangan malah berleha-leha. Akhirnya hidup kemakan dengan tingginya harga,. Ga kebagian.

*******

Sekuriti ini kemudian maju ke atasannya, mau kasbon. Ketika ditanya buat apa? Dia nyengir ga jawab. Tapi ketika ditanya berapa? Dia jawab, Pol. Satu koma tujuh. Semuanya. "Mana bisa?" kata komandannya.

"Ya Pak, saya kan ga pernah kasbon. Ga pernah berani. Baru ini saya berani".
Komandannya terus mengejar, buat apa? Akhirnya mau ga mau sekuriti ini jawab dengan menceritakan pertemuannya dengan saya.

Singkat cerita, sekuriti ini direkomendasikan untuk ketemu langsung sama ownernya ini pom bensin.. Katanya, kalau pake jalur formal, dapet kasbonan 30% aja belum tentu lolos cepet. Alhamdulillah, bos besarnya menyetujui. Sebab komandannya ini ikutan merayu, "Buat sedekah katanya Pak", begitu kata komandannya.

Subhaanallaah, satu pom bensin itu menyaksikan perubahan ini. Sebab cerita si sekuriti ini sama komandannya, yang merupakan kisah pertemuannya dengan saya, menjadi kisah yang dinanti the end story nya. Termasuk dinanti oleh bos nya.

"Kita coba lihat, berubah ga tuh si sekuriti nasibnya", begitu lah pemikiran kawan-kawannya yang tahu bahwa si sekuriti ini ingin berubah bersama Allah melalui jalan shalat dan sedekah.

Hari demi hari, sekuriti ini dilihat sama kawan-kawannya rajin betul shalatnya. Tepat waktu terus. Dan lumayan istiqamah ibadah-ibadah sunnahnya. Bos nya yang mengetahui hal ini, senang. Sebab tempat kerjanya jadi barokah dengan adanya orang yang mendadak jadi saleh begini. Apalagi kenyataannya si sekuriti ga mengurangi kedisiplinan kerjaannya..

Malah tambah cerah muka nya.

Sekuriti ini mengaku dia cerah, sebab dia menunggu janjinya Allah. Dan dia tahu janji Allah pastilah datang. Begitu katanya, menantang ledekan kawan-kawannya yang pada mau ikutan rajin shalat dan sedekah, asal dengan catatan dia berhasil dulu.

Saya ketawa mendengar dan menuliskan kembali kisah ini. Bukan apa-apa, saya demen ama yang begini. Sebab insya Allah, pasti Allah tidak akan tinggal diam. Dan barangkali akan betul-betul mempercepat perubahan nasib si sekuriti. Supaya benar-benar menjadi tambahan uswatun hasanah bagi yang belum punya iman. Dan saya pun tersenyum dengan keadaan ini, sebab Allah pasti tidak akan mempermalukannya juga, sebagaimana Allah tidak akan mempermalukan si sekuriti.

Suatu hari bos nya pernah berkata, "Kita lihatin nih dia. Kalo dia ga kasbon saja, berarti dia berhasil. Tapi kalo dia kasbon, maka kelihatannya dia gagal. Sebab buat apa sedekah 1 bulan gaji di depan yang diambil di muka, kalau kemudian kas bon. Percuma".

Tapi subhaanallah, sampe akhir bulan berikutnya, si sekuriti ini ga kasbon.

Berhasil kah?

Tunggu dulu. Kawan-kawannya ini ga melihat motor besarnya lagi. Jadi, tidak kasbonnya dia ini, sebab kata mereka barangkali aman sebab jual motor. Bukan dari keajaiban mendekati Allah.

Saatnya ngumpul dengan si bos, ditanyalah si sekuriti ini sesuatu urusan yang sesungguhnya adalah rahasia dirinya.

"Bener nih, ga kasbon? Udah akhir bulan loh. Yang lain bakalan gajian. Sedang situ kan udah diambil bulan kemaren".

Sekuriti ini bilang tadinya sih dia udah siap-siap emang mau kasbon kalo ampe pertengahan bulan ini ga ada tanda-tanda. Tapi kemudian cerita si sekuriti ini benar-benar bikin bengong orang pada.

Sebab apa? Sebab kata si sekuriti, pasca dia benahin shalatnya, dan dia sedekah besar yang belum pernah dia lakukan seumur hidupnya, yakni hidupnya di bulan depan yang dia pertaruhkan, terjadi keajaiban. Di kampung, ada transaksi tanah, yang melibatkan dirinya. Padahal dirinya ga terlibat secara fisik. Sekedar memediasi saja lewat sms ke pembeli dan penjual. Katanya, dari transaksi ini, Allah persis mengganti 10x lipat. Bahkan lebih. Dia sedekah 1,7jt gajinya. Tapi Allah mengaruniainya komisi penjualan tanah di kampungnya sebesar 17,5jt. Dan itu trjadi begitu cepat. Sampe-sampe bulan kemaren juga belum selesai. Masih tanggalan bulan kemaren, belum berganti bulan.

Kata si sekuriti, sadar kekuatannya ampe kayak gitu, akhirnya dia malu sama Allah. Motornya yang selama ini dia sayang-sayang, dia jual! Uangnya melek-melek buat sedekah. Tuh motor dia pake buat ngeberangkatin satu-satunya ibunya yang masih hidup. Subhaanallaah kan ? Itu jual motor, kurang. Sebab itu motor dijual cepat harganya ga nyampe 13 juta. Tapi dia tambahin 12 juta dari 17jt uang cash yang dia punya. Sehingga ibunya punya 25 juta. Tambahannya dari simpenan ibunya sendiri.

Si sekuriti masih bercerita, bahwa dia merasa aman dengan uang 5 juta lebihan transaksi. Dan dia merasa ga perlu lagi motor. Dengan uang ini, ia aman. Ga perlu kasbon.

Mendadak si bos itu yang kagum. Dia lalu kumpulin semua karyawannya, dan menyuruh si sekuriti ini bercerita tentang keberkahan yang dilaluinya selama 1 bulan setengah ini.

Apakah cukup sampe di situ perubahan yang trjadi pada diri si sekuriti?

Engga. Si sekuriti ini kemudian diketahui oleh owner pom bensin tersebut sebagai sarjana S1 Akuntansi. Lalu dia dimutasi di perusahaan si owner yang lain, dan dijadikan staff keuangan di sana . Masya Allah, masya Allah, masya Allah. Berubah, berubah, berubah.

Saudara-saudaraku sekalian.. Cerita ini bukan sekedar cerita tentang Keajaiban Sedekah dan Shalat saja. Tapi soal tauhid. soal keyakinan dan iman seseorang kepada Allah, Tuhannya. Tauhid, keyakinan, dan imannya ini bekerja menggerakkan dia hingga mampu berbuat sesuatu. Tauhid yang menggerakkan! Begitu saya mengistilahkan. Sekuriti ini mengenal Allah. Dan dia baru sedikit mengenal Allah. Tapi lihatlah, ilmu yang sedikit ini dipake sama dia, dan diyakini. Akhirnya? Jadi! Bekerja penuh buat perubahan dirinya, buat perubahan hidupnya.


Subhaanallaah, masya Allah.

Dan lihat juga cerita ini, seribu kali si sekuriti ini berhasil keluar sebagai pemenang, siapa kemudian yang mengikuti cerita ini? Kayaknya kawan-kawan sepom bensinnya pun belum tentu ada yang mengikuti jejak suksesnya si sekuriti ini. Barangkali cerita ini akan lebih dikenang sebagai sebuah cerita manis saja. Setelah itu, kembali lagi pada rutinitas dunia. Yah, barangkali tidak semua ditakdirkan menjadi manusia-manusia pembelajar.

Pertanyaan ini juga layak juga diajukan kepada Peserta KuliahOnline yang saat ini mengikuti esai ini? Apa yang ada di benak Saudara? Biasa sajakah? Atau mau bertanya, siapa sekuriti ini yang dimaksud? Di mana pom bensinnya? Bisa kah kita bertemu dengan orang aslinya? Berdoa saja. Sebab kenyataannya juga buat saya tidak gampang menghadirkan testimoni aslinya. Semua orang punya prinsip hidup yang berbeda. Di antara semua peserta KuliahOnline saja ada yang insya Allah saya yakin mengalami keajaiban-keajaiban dalam hidup ini. Sebagiannya memilih diam saja, dan sebagiannya lagi memilih menceritakan ini kepada satu dua orang saja, dan hanya orang-orang tertentu saja yang memilih untuk benar-benar terbuka untuk dicontoh. Dan memang bukan apa-apa, ketika sudah dipublish, memang tidak gampang buat seseorang menempatkan dirinya untuk menjadi contoh.

Yang lebih penting buat kita sekarang ini, bagaimana kemudian kisah ini mengisnpirasikan kita semua untuk kemudian sama-sama mencontoh saja kisah ini. Kita ngebut sengebut2nya menuju Allah. Yang merasa dosanya banyak, sudah, jangan terus-terusan meratapi dosanya. Kejar saja ampunan Allah dengan memperbanyak taubat dan istighfar, lalu mengejarnya dengan amal saleh. Persis seeperti yang kemaren-kemaren juga dijadikan statement esai penutup.

Kepada Allah semua kebenaran dan niat dikembalikan. Salam saya buat keluarga dan kawan-kawan di sekeliling saudara semua. Saya merapihkan tulisan ini di halaman parkir rumah sakit Harapan Kita.. Masih di dalam mobil. Sambil menunggu dunia terang. Insya Allah hari ini bayi saya, Muhammad Yusuf al Haafidz akan pulang ke rumah untuk yang pertama kalinya. Terima kasih banyak atas doa-doanya dan perhatiannya. Mudah-mudahan allah membalas amal baik saudara semua.

Dari semalam saya tulis esai ini. Tapi rampungnya sedikit sedikit. Ini juga tadinya bukan esai sekuriti ini yang mau saya jadikan tulisan. Tapi ya Allah jugalah yang menggerakkan tangan ini menulis.

Semalam, file yang dibuka adalah tentang langkah konkrit untuk berubah. Lalu saya lampirkan kalimat pendahuluan. Siapa sangka, kalimat pendahuluan ini saja sudah 10 halaman, hampipr 11 halaman. Saya pikir, esai ini saja sudah kepanjangan. Jadi, ya sampe ketemu dah di esai berikutnya. Saya berhutang banyak kepada saudara semua.. Di antaranya, saya jadi ikut belajar.

Semalam saya ikutan tarawih di pesantren Daarul Qur'an internasional. Sebuah pesantren yang dikemas secara modern dan internasional. Tapi tarawihnya dijejek 1 juz sekali tarawih. Masya Allah, semua yang terlibat, terlihat menikmati. Ga makmumnya, ga imam-imamnya, ga para tamu dan wali santri yang ikut. Semua menikmati. Jika ada di antara peserta KuliahOnline yang pengen ikutan tarawih 1 juz ini, silahkan datang saja langsung ya. Insya Allah saya usahakan ada. Sebab saya juga kebagian menjadi salah satu imam jaganya. Ya, kondisi-kondisi begini yang saya demen. Saya kurangin jadwal, tapi masih tetep bisa ngajar lewat KuliahOnline ini. Dan saya masih sempet mengkader ustadz-ustadz muda untuk diperjalankan ke seantero negeri. Sementara saya akhirnya bisa mendampingi para santri dan guru-guru memimpin dan mengembangkan pesantren Daarul Qur'an ini.


Ok, kelihatannya matahari sudah mulai kelihatan. Saya baru pulang juga langsung dari TPI. Siaran langsung jam 5 ba'da shubuh tadi. Istri saya meluncurnya dari rumah. Doakan keluarga kami ya. Saya juga tiada henti mendoakan saudara dan jamaah semua... (Ust. YUSUF MANSUR).

Doa of the day: Sungguh, Kami Malu Kepada-Mu.

Ya Allah.
Dengan segala kerendahan kami bersimpuh di hadapanMu
Memohon segala petunjuk dariMu
Berlindung dari segala kesesatan dan kekesatan yang bersemayam di hati
Tiada kekuatan yang mampu menolak segala keburukan kecuali berasal dariMu
Sesungguhnya kami malu
Meski hanya sekedar lintasan hati tuk meminta kepadaMu

Ya Allah.
Setiap detik Engkau penuhi kebutuhan kami
Nafas yang kami hirup
Tiada pernah Engkau minta tuk ganti dan Kau henti
Sedang kami enggan berbagi dan seringkali berhitung atas berkurangnya materi

Ya Allah.
Kau jernihkan mata ini untuk memandang segala yang ingin kami pandang
Tidak pula kaki, tangan, hati dan pikiran
Namun bukan wujud kesyukuran kemana kami arahkan
Ternyata laranganMu lebih manis sebagai pilihan

Ya Allah.
Sesungguhnya catatan maksiat diri kami terlalu panjang
Tak mampu terhitung sebanyak butiran pasir
pun tetesan air di lautan
Dan amal baik kamipun belum tentu mampu menjadi penyeimbang

Ya Allah.
Masih layakkah kami meminta?
Sedangkan hakMu sebagai Tuhan lebih banyak kami abaikan

Sumber: anonymous

Jokes of the day: Kisah Resign Seorang Prayitno...

Alkisah ada seorang engineer bernama Prayitno, ST yg bekerja di pabrik manufaktur elektronik, ni orang baru aja lolos tes perusahaan yg mengelola gas alam (jelas gede duitnya) dan mau resign, berikut ini perdebatannya dengan manajernya kita singkat aja ya, manajer = M, dan prayitno = P

M = edan kowe yo prayitno, lagi S-2 dah mau resign, dimana morality kamu?
P = morality saya ikut berlari bersama morality perusahaan, yang nyuruh karyawannya lembur melebihi aturan pemerintah ampe sakit tapi tunjangan kesehatan gak full

M = sebenernya mau kamu apa? dimana-mana kerja itu sama. Saya udah menjalani 2 company sebelum ini
P = karena kerja dimana-mana itu sama, makanya saya gak ragu resign pak, wong sama aja kok, cuma rewardnya yang beda tho.... ya saya pilih yang rewardnya lebih

M = yang bener itu kerja bener dulu baru naik gaji, bukan gaji naik dulu baru kerja bener.
P = kerjanya sama-sama bener tapi yang satu ngasih gaji lebih tinggi, ya saya pilih yang lebih tho pak.

M = kenapa kamu gak mencoba profesional disini aja, klo alasannya reward, kan nanti karir serta salary kamu juga bakal naik kalo kamu bertahan
P = kenapa saya harus nunggu, kalau ada company yang nawarin itu sekarang?

M = tapi sayang sekali, saya pandang kamu yg paling berpotensi diantara yg lain
P = bapak udah ngomong gitu ke semua engineer yg resign sebelum saya

M = tidak, ini serius, kamu memiliki potensi besar, disini kamu bisa sukses! daripada kamu memulai lagi dari bawah di company lain yang belum ketauan ntar disana kamu bakal sukses ato gak
P = disini juga sama aja saya belum tau bakal sukses apa gak, wong namanya masa depan kok. Sama-sama gak ketauan, tapi yang satu awalannya lebih baik, ya pilih yg lebih baik dunk......

M = maksud kamu lebih baik itu apa? money? uang itu bukan segala-galanya
P = kalo emang begitu ngapain company costdown gaji saya, apa artinya uang segitu untuk mempertahankan eksistensi engineer

M = Kita kan tidak hanya mengejar uang. Kalo orientasi kamu hanya uang, kamu hanya mengejar "live". No difference with kambing, bekerja hanya untuk bertahan hidup. Kamu itu engineer!!!! harus berorientasi pada yang lebih mulia, bekerja untuk berkarya, untuk mengembangkan diri
P = saya pengennya seperti itu, makanya saya resign. Gimana saya mau lepas dari orientasi "live" klo tiap bulan saya harus pusing mikir bayaran kos, pulsa, makan, ngirim ortu, nabung buat merit. Naaaa skarang ada company yang nawarin itu, salary yang membuat saya tenang, tak berpikir lagi tentang "live existency". So, boleh dunk saya ambil untuk menaikkan derajat pekerjaan saya


M = prayitno.... kalo kamu ngejar yang lebih baik, gak akan abis-abis.... selalu ada yg lebih baik. saya sudah mengalaminya di 2 company terdahulu
P = emang gak bakal abis pak.... karena itu, ngapain saya abisin disini? mending saya terus-terusan dapet yang lebih baik ampe brenti karena cape. Lagian Bapak juga nyatanya bisa brenti kan ?

M = tapi dimana responsibility kamu?
P = responsibility tu apa pak? perasaan dulu saya pernah punya, pas awal-awal masuk disini, tapi kata-kata itulah yg dijadikan pembenaran untuk menindas saya. Atas nama responsibility, saya mengorbankan kesehatan untuk ketepatan schedule launching produk yg jelas-jelas merupakan percepatan uang masuk ke kantong pemilik saham. Betul, manusia harus punya responsibility. Apa responsibility paling utama? keluarga. Anak dan istri adalah amanah dari Tuhan

M = kamu kurang bersyukur, masih banyak orang yang susah dapet kerjaan
P = saya dah diterima Pak, itu rejeki dari Tuhan, Klo gak saya ambil, itu yang namanya gak bersyukur. Tuhan itu tau kebutuhan kita. Makanya Dia memberi saya kerjaan baru, mungkin karena kebutuhan saya meningkat. Selain itu, Tuhan juga memberi pekerjaan pada satu orang pengangguran yang akan menggantikan posisi saya disini setelah resign

M = EDAN KOWE PRAYITNOOOOO! !!!! kalo gitu aku ikut kamu resign...... ....
P = Ngga bisa pak.... kowe wis tuwo.Cuma bisa nunggu pensiun. ...

NB:
1. Biar bisa adu argumen sama atasan / HR waktu mau resign......
2. Biar bisa kasih argumen lain kalo ada karyawan yg mo resign.....

(Mohon maaf bagi yg namanya Prayitno)



"Good is not Enough !!"

Sumber: milist e-ketawa