30 November 2009

Bergabung dengan Ledakan BlackBerry

Tan Malaka, tokoh perjuangan yang begitu dipuja sebagian orang Indonesia, boleh saja mengatakan, “Imajinasi adalah takhayul yang meremehkan rasionalitas.” Tapi itu akan menjadi bahan tertawaan para inovator sejati. “Bukti kecerdasan sejati bukanlah pengetahuan, melainkan imajinasi,” begitu kata Albert Einstein.

Imajinasi, ya siapa yang bisa mengalahkannya. Sejumlah penemu hebat masa kini telah membuktikannya. Ketika pasar telepon seluler pintar atawa smartphone didominasi oleh Nokia dan sejumlah PDA berbasis Windows Mobile, imajinasi para teknokrat muda menggetarkan dunia. Steve Jobs datang dengan iPhone. Jim Balsillie dan Mike Lazaridis melahirkan BlackBerry. Dan, yang terbaru, para developer Google merilis Android.

Pasar ponsel pintar kemudian pecah berkeping-keping. Sebagian pasar itu direbut Balsillie dan Lazaridis. Sejak awal 1990, imajinasi kedua orang itu membubung ke langit. “Kami tahu surat elektronik akan menjadi fondasi bisnis, menggantikan faks.” Imajinasi mereka adalah membaca surat elektronik (surel) di ponsel di mana saja. Itulah yang membuat mereka kini bisa merebut separuh kue pasar ponsel pintar yang dikuasai Nokia.

Orang-orang di belahan Amerika Serikat dan Kanada sampai-sampai punya anggapan, bisnis hari gini tak mungkin bisa jalan tanpa BlackBerry.

Imajinasi pula yang membuat iPhone melejit. Saat sejumlah ponsel cuma sibuk dengan urusan mempercantik desain, Steve Jobs punya imajinasi lain: membubuhkan pengalaman luar biasa pada sentuhan jari. Mereka menginvestasikan jutaan dolar Amerika untuk melahirkan ponsel yang kaya grafis, intuitif, dan bisa bekerja dengan satu atau dua sentuhan jari.

Hasilnya? Meski pendatang baru, iPhone tiba-tiba menjadi “demam” di mana-mana. Orang rela antre semalam suntuk saat peluncuran iPhone baru. Penjualan iPhone pun meroket. Pasar mereka mencapai separuh penjualan BlackBerry atau seperempat ponsel pintar Nokia.

“Inovasi. Itulah yang membedakan antara pemimpin dan pengikut,” begitu kata Jobs.

Meski sudah ada tiga inovasi penting, dunia rupanya tak pernah sesak oleh inovasi. Selalu saja ada ruang bagi inovasi baru. Lahirlah Android. Ini sistem operasi di ponsel yang dikembangkan secara keroyokan oleh banyak developer di dunia. Motornya adalah para programmer Google. Siapa saja boleh menambahkan inovasi di sistem ini, juga boleh memakainya secara gratis. Ini namanya open source.

Sebanyak 18 vendor ponsel dunia mendukung sistem ini. Contohnya Motorola, Samsung, dan LG. Mereka kini penantang serius kemapanan yang dibangun Nokia, BlackBerry, dan iPhone. Lahirnya ponsel Cliq bikinan Motorola adalah buktinya. Mereka memiliki kekayaan fitur layar sentuh seperti iPhone, tapi juga papan ketik QWERTY seperti BlackBerry.

Software baru Android ini terus dikembangkan oleh Google dan programmer lainnya di seantero dunia. Versi terbarunya yang dijuluki Donut diperkirakan akan mengguncang pasar ponsel pintar.

Pasar ponsel pintar telah meledak: terjual 155 juta pada 2008 dan diharapkan akan meningkat dua kali lipat pada 2012.

Apakah programmer–dan pengusaha–Indonesia hanya akan menjadi penonton “ledakan” ini? Mengapa tidak bergabung dengan pusaran ledakan, misalnya bergabung dengan Android? Masak Indonesia cuma jadi pedagang dan pasang merek seperti FunBerry dan LuveBerry?

Oct 24,2009 burhan Portal
blog.tempointeraktif.com